Situbondo, Publikapost.com – Konflik antar satu negara dengan negara lainnya dengan menggunakan senjata modern sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa di kedua belah pihak tidak dibenarkan dalam perundang-undangan maupun agama. Konflik wilayah antara Palestina dan Israel kembali membuat dunia terkejut. Serangan pertama Hamas pecah pada Sabtu (7/10/2023) dini hari.
Faksi Palestina tersebut memulai serangan multi-cabang sekitar pukul 6:30 pagi waktu setempat dengan ribuan roket yang ditujukan hingga Tel Aviv dan Yerusalem, beberapa diantaranya melewati sistem pertahanan Iron Dome dan menghantam bangunan.
Baku tembak terjadi hingga malam hari antara pasukan Israel dan ratusan milisi Hamas di setidaknya 22 lokasi Israel. Hamas menyebut serangannya sebagai “Operasi Banjir Al-Aqsa” dan menyerukan “pejuang perlawanan di Tepi Barat” serta di “negara-negara Arab dan Islam” untuk bergabung dalam pertempuran tersebut.
Sayap bersenjatanya, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengeklaim telah menembakkan lebih dari 5.000 roket, sementara Hecht mengatakan Israel menghitung lebih dari 3.000 roket masuk.
Ketua Hamas Ismail Haniyeh mengeklaim kelompoknya berada di “ambang kemenangan besar”.
“Siklus intifada (pemberontakan) dan revolusi dalam pertempuran untuk membebaskan tanah kami dan tahanan kami yang mendekam di penjara pendudukan harus diselesaikan,” katanya.
Korban jiwa telah mencapai lebih dari 1.100 orang, dengan sekitar 700 di antara berasal dari pihak Israel. Skala pertempuran yang terus meningkat pun akhirnya memaksa Israel untuk mendeklarasikan perang, pertama sejak 1973.
Efek dari peperangan ini membuat perhatian dunia tertuju pada kedua negara tersebut. Harapan dari pelbagai negara, Palestina dan Israel menahan diri untuk menyatakan peperangan ini secara masif dan brutal.