Menu

Mode Gelap

Berita · 22 Agu 2023 17:12 WIB

Hukum Memperingati HUT RI dalam Pandangan Islam


Ilustrasi upacara bendera [Sumber Foto: SETPRES/Muchlis Jr] Perbesar

Ilustrasi upacara bendera [Sumber Foto: SETPRES/Muchlis Jr]

Situbondo, Publikapost.com – Bulan Agustus menjadi bulan istimewa dan sakral bagi masyarakat Indonesia sebagai bentuk kemerdekaan yang diraih berkat para pahlawan terdahulu. Upacara bendera hal yang paling ditunggu dalam perayaan tahunan tersebut.

Tak hanya pengibaran bendera merah putih, lomba dari tingkat dusun sampai provinsi juga turut memeriahkan momen kemerdekaan. ada pertanyaan dari salah satu santri dan mahasiswa terkait hari ulang tahun (HUT) Republik Indonesia, begini pertenyaannya:

Banyak teman-teman di kampus saya mengatakan bahwa ikut kegiatan Hari Ulang Tahun (HUT) RI itu bid’ah. Saya tanya ke dosen hanya dijawab perspektif kenegaraan. Saya ingin tahu pandangan Islam soal HUT RI. Benarkah itu bid’ah?

Ustaz Abdul Walid, Alumnus Ma’had Aly PP Salafiyyah Syafiiyah Situbondo menyampaikan bahwa tidak ada satupun dalil yang qath’iy (jelas dan pasti) dalam ajaran Islam yang menyinggung tentang hukum memperingati HUT atau hari kemerdekaan suatu negara, baik dalil yang mengharamkan ataupun yang dalil yang menghalalkan.

Namun, mengungkapkan rasa bahagia, saling memberi selamat atas nikmat yang diberikan Allah merupakan tradisi yang sudah mengakar kuat sejak era sahabat Rasulullah ﷺ.

Allah berfirman:

قُلۡ بِفَضۡلِ ٱللَّهِ وَبِرَحۡمَتِهِۦ فَبِذَ ٰ⁠لِكَ فَلۡیَفۡرَحُوا۟ هُوَ خَیۡرࣱ مِّمَّا یَجۡمَعُونَ

Katakanlah! Muhammad! Dengan karunia Allah (Islam) dan Rahmat Allah (Al-Quran) hendaklah dengan itu semua mereka seharusnya bergembira, hal itu lebih baik dari pada apa yang mereka kumpulkan (berupa harta duniawi) (QS. Yunus: 58).

Sekali lagi, memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia adalah bagian ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah SWT. Dan, sebagai umat Islam dan warga negara yang baik, sudah sepatutnya pula kita menjaga nikmat kedaulatan ini dengan harapan Allah menambahkan kenikmatan lainnya sebagai sebuah bangsa.

Memperhatikan nilai-nilai positif ini, juga mengingat tidak adanya hukum yang tegas mengenai halal-haram memperingati hari kemerdekaan, kita dapat menghukuminya mubah atau boleh.

Kita dapat menggunakan kaidah usul fikih maslahah mursalah (kemaslahatan yang tidak jelas dalil halal-haramnya), sebagai alat untuk mengambil pendapat hukum tentang nilai-nilai baik yang tidak terdapat keterangan yang pasti dan jelas dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah ﷺ.

Ketika nilai-nilai ini (memperingati HUT RI) tidak pernah disinggung halal-haramnya oleh dua sumber utama hukum Islam, maka merayakannya bisa dihukumi mubah.

Marilah sejenak kita merujuk kitab kuning warisan ulama salaf:

قال القمولي لم أر لأحد من أصحابنا كلاما في التهنئة بالعيد والأعوام والأشهر كما يفعله الناس لكن نقل الحافظ المنذري عن الحافظ المقدسي أنه أجاب عن ذلك بأن الناس لم يزالوا مختلفين فيه والذي أراه أنه مباح لا سنة فيه ولا بدعة

وأجاب الشهاب ابن حجر بعد اطلاعه على ذلك بأنها مشروعة واحتج له بأن البيهقي عقد لذلك بابا فقال باب ما روي في قول الناس بعضهم لبعض في العيد تقبل الله منا ومنك

…………وبما في الصحيحين عن كعب بن مالك في قصة توبته لما تخلف عن غزوة تبوك أنه لما بشر بقبول توبته ومضى إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقام إليه طلحة بن عبيد الله فهنأه

Imam Al-Qamuliy berkata, “Saya tidak pernah mendengar satu pun pendapat/komentar dari ashab Syafii (para pengikut Imam Syafii) tentang ucapan selamat ulang tahun atau selamat hari raya dan lain sebagainya, seperti yang sudah lumrah dilakukan masyarakat pada umumnya, tetapi Al-Hafizh Al-Mundziri mengutip Al-Hafizh Al-Muqaddasi bahwa beliau pernah memberikan tanggapan soal HUT. Bahwa ulama tidak sepakat soal hal itu, kata Al-Hafizh Al-Muqaddasi, ‘Menurut pendapatku mengadakan perayaan hari ulang tahun (HUT) hukumnya mubah (boleh, bukan sunnah, bukan pula bid’ah).’.”

Ibnu Hajar setelah menelaah lebih lanjut dimensi sosial dan agama yang ada dalam HUT berpendapat bahwa perayaan HUT termasuk disyariatkan dalam Islam. Beliau berdalih atas apa yang dilakukan oleh Imam Baihaqi yang secara khusus menaruh bab khusus tentang ucapan selamat yang biasa diucapkan menjelang atau saat lebaran: taqabbalallahu minna wa minkum.

Hal ini didukung oleh kisah pertobatan Ka’ab bin Malik saat ia mundur dari medan tempur perang Tabuk dan ia bergembira setelah mendengar pertobatannya diterima, bergegaslah ia pergi menemui Rasulullah ﷺ. Melihat Ka’ab, Thalhah bin Abdullah pun berdiri seraya memberi ucapan selamat kepada Ka’ab bin Malik.

Kesimpulannya, memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia, hukumnya boleh.

Referensi: Iqna fi halli Alfadz al-Taqrib I/279, Bujairimi ‘ala al-Khatib V/426

Artikel ini telah dibaca 200 kali

badge-check

Editor

Baca Lainnya

Polsek Mampang Prapatan Menghadiri Rapat Koordinasi Persiapan Pilgub Bersama Stakeholder

22 November 2024 - 14:03 WIB

Diduga Edarkan Norkoba, Seorang Pria Diringkus Polisi di Binjai

22 November 2024 - 13:29 WIB

Pria Asal Kota Medan Diciduk Satreskoba Polres Binjai Tangkap Tangan Penjual Narkotika, Jenis Sabu

22 November 2024 - 13:26 WIB

Patroli Dunia Maya, Polda Sumut Tangkap Warga Medan Selayang Promosikan Situs Judi Online

22 November 2024 - 13:23 WIB

Pastikan Kesiapan Pemilu, Kapolresta Deli Serdang Tinjau dan Cek Gudang Logistik KPU

21 November 2024 - 20:24 WIB

Plt Bupati Padang Pariaman Evaluasi Rakor TPPS dalam Penyebaran Informasi Penurunan Stunting

21 November 2024 - 20:21 WIB

Trending di Berita