Medan, Publikapost.com – International Trade Union Confederation (ITUC) atau Konfederasi Serikat Buruh Internasional menyerukan momentum peringatan May Day tahun ini untuk melindungi hak dan kehidupan pekerja di era digitalisasi dan AI.
Demikian ditegaskan Ketua KSPSI AGN Sumatera Utara Tengku Muhammad Yusuf, Selasa (29/4/2024). Menurutnya, Artificial Intelligence (AI) atau Kecedasan Buatan telah mengubah dunia kerja dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Tapi, di balik janji inovasi tersebut, terdapat kenyataan yang lebih gelap, yakni manajemen algoritmik, pengawasan terus-menerus, target produktivitas yang mustahil,” ungkap Yusuf sembari menyebutkan, kondisi kerja yang seperti ini sangat berbahaya.
Sebab, lanjutnya, teknologi digunakan bukan untuk meningkatkan kondisi kerja dan keselamatan, tetapi untuk mengeksploitasinya. Dengan kata lain, sangat membahayakan nyawa dan kesehatan para pekerja.
“Manajemen yang digerakkan oleh AI telah meningkatkan tekanan pada 427 juta pekerja di seluruh dunia. Dan 80 persen perusahaan besar menggunakan AI untuk melacak produktivitas pekerja individu. Akibatnya, pekerja menghadapi kelelahan, cedera, dan stres yang tak tertahankan akibat pemantauan tanpa henti, target yang tidak realistis, dan tidak ada masukan tentang cara penggunaan teknologi,” paparnya.
“enggunaan AI saat ini bukan sebagai alat untuk kemajuan, tetapi sebagai senjata melawan pekerja,” sambung Yusuf.
Ia juga menjelaskan, dari gudang hingga rumah sakit, sepeda pengantar, hingga laboratorium data, para pekerja berada di bawah tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Penerapan teknologi baru harus menghormati norma-norma perubahan lain di tempat kerja : pekerja memiliki hak untuk diajak berkonsultasi dan diikutsertakan.
Hak dasar dan demokratis di tempat kerja ini akan memastikan penggunaan AI dirancang dengan mengutamakan keselamatan, keadilan, dan martabat.
“Pekerja dan serikat pekerja, harus memiliki tempat di meja perundingan demi kepentingan semua orang,” sebutnya.
Penerapan teknologi baru, seperti AI, tanpa konsultasi yang tepat dengan pekerja dan serikat pekerja mereka telah menyebabkan masalah serius di seluruh dunia :
Di Filipina, pengantar barang berusia 19 tahun Jasper Dalman meninggal saat bekerja untuk Foodpanda. Serikat pekerjanya, RIDERS-SENTRO, memenangkan pengakuan dan hak asuransi setelah kematiannya menyoroti konsekuensi mematikan dari eksploitasi algoritmik yang menetapkan target produktivitas yang mustahil.
Di Turki, moderator konten TikTok yang dipekerjakan oleh Telus dipecat setelah mengorganisasi perlawanan terhadap beban kerja yang dikelola AI yang tidak manusiawi dan konten yang menimbulkan trauma.
Di AS, perawat yang bekerja melalui platform menghadapi aplikasi shift yang dikendalikan AI yang melewati perlindungan pekerja yang menciptakan kondisi berbahaya bagi mereka dan pasien mereka.
Keterlibatan penuh serikat pekerja dalam desain dan penerapan AI di tempat kerja. Teknologi yang transparan dan berpusat pada manusia yang menjunjung tinggi hak dan keselamatan. Konvensi ILO yang mengikat tentang platform kerja untuk melindungi semua pekerja dalam ekonomi digital.
“Pada 28 April 2025 ini, kita mengenang mereka yang telah meninggal, dan kita akan terus berjuang untuk mereka yang masih hidup. Teknologi seharusnya bekerja untuk kita, bukan melawan kita,” kata Yusuf, mengakhiri. (Kaperwil Sumut – Habib)