Menu

Mode Gelap

Berita · 3 Jul 2023 14:22 WIB

Pandangan Akademisi dan Pengamat Politik Terkait RUU Desa


Aksi unjuk rasa Kades di DPR yang menuntut masa jabatannya diperpanjang menjadi 9 tahun. |Sumber Foto: Tangkapan layar Youtube DPR RI] Perbesar

Aksi unjuk rasa Kades di DPR yang menuntut masa jabatannya diperpanjang menjadi 9 tahun. |Sumber Foto: Tangkapan layar Youtube DPR RI]

Publikapost.com, Jakarta – Keputusan Revisi Undang-Undang (RUU) Desa Nomor 16 Tahun 2014 akhirnya disahkan dalam rapat pleno Panitia Kerja RUU Desa, Senin (3/7/2023). Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi alias Awiek menyatakan seluruh fraksi setuju menjadikan RUU Desa menjadi usulan inisiatif DPR.

“Apakah rancangan revisi undang-undang desa dapat kita setujui?” tanya Awiek.

“Setuju,” sahut peserta rapat.

Adapun revisi UU Desa ini dinilai penuh kepentingan politik karena dilakukan jelang Pemilu 2024. Pengamat Politik Universitas Andalas, Asrinaldi, mengatakan perpanjangan masa jabatan kepala desa tidak ada manfaatnya untuk masyarakat.

Selain itu, Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, juga mengyatakan masa jabatan kepala desa selama enam tahun sudah cukup. Menurutnya, revisi UU Desa ini bisa memunculkan tafsir bahwa elite politik berusaha mendapatkan dukungan politik dari kepala desa, bukan karena ada kepentingan rakyat.

Ubedilah Badrun , Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta, menilai disetujuinya revisi UU Desa sangat vulgar terkait dengan tahun politik.

Ia menyebut hal itu juga memunculkan kesimpulan tafsir bahwa revisi UU Desa bertalian dengan kepentingan elite politik untuk mendapat dukungan politik dari kepala desa, bukan berbasis pada kepentingan rakyat.

“Tafsirnya akan sangat politis pragmatis transaksional sehingga citra DPR dan anggotanya akan semakin terpuruk,” jelas Ubedilah, menukil CNNIndonesia.com, Kamis (22/6) malam.

Dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Ucu Martanto SIP MA turut memberikan tanggapan. Ucu mengatakan bahwa revisi UU tersebut akan berpengaruh pada sirkulasi dan hegemoni politik desa karena hal tersebut menyangkut perubahan periode masa jabatan kepala desa.

“Revisi UU ini nanti akan berpengaruh pada periode masa jabatan kepala desa. Yang pada awalnya satu periode hanya enam tahun kemudian berubah menjadi sembilan tahun. Dan setelahnya dapat dipilih kembali untuk masa jabatan yang sama,” ujar Ucu.

Selanjutnya, Ucu menegaskan bahwa potensi terbentuknya politik dinasti pada perpanjangan jabatan ini akan sangat mungkin terjadi. Pada konteks ini, petahana memiliki kesempatan lebih lama dalam membangun reputasi dan mengumpulkan sumber daya pada putaran pemilihan selanjutnya.

Karena itu, tak jarang jika masa jabatan seorang kepala desa sudah habis, maka jabatan itu akan beralih kepada anak, saudara, atau kerabat terdekat lainnya.

Politik dinasti di desa ini akan berdampak pada ring kekuasaan yang akan selalu melekat pada keluarga petahana. Dalam hal ini, calon kepala desa lain tidak memiliki privilese yang sama untuk memenangkan hati masyarakat.

Artikel ini telah dibaca 16 kali

badge-check

Editor

Baca Lainnya

Komitmen Paslon Bupati Muda Rio-Ulfiyah Untuk Meningkatkan Kualitas Guru Ngaji di Situbondo

7 September 2024 - 14:05 WIB

Peletakan Batu Pertama RS Tipe C, Rumah Sakit Mitra Sehat Bondowoso

6 September 2024 - 22:07 WIB

Diduga Tidak Objektif Dalam Melakukan Penelitian, Warga Tolak Test Uji Kebisingan Genset Gudang PT MMI Oleh DLH Kota Medan

6 September 2024 - 21:25 WIB

Polres Padang Pariaman Musnahkan 89 Kilo Gram Ganja dan Ratusan Botol Miras

6 September 2024 - 20:07 WIB

Jalan Panjang Mencari Kasus Dugaan Pembunuhan Nahkoda Kapal Poseidon 03

6 September 2024 - 19:23 WIB

Dugaan Ancaman Terhadap Wartawan, Kuasa Hukum Deolipa Yumara: Hukum Tidak Kenal Maaf

6 September 2024 - 13:04 WIB

Trending di Berita